Rabu, November 27, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Restriksi Pemerintah Cina

Oleh Serosa Putra

Restriksi atau tindak kekerasan Pemerintahan Cina terhadap muslim Uighur satu kenyataan terus berlangsung. Seperti dinyatakan siaran pers Amerika Serikat, baru-baru ini menyatakan bahwa   kekerasan represi terhadap suku Kyrgyz Provinsi Xinjiang dan suku muslim Cina lainnya adalah merupakan tindakan kelembagaan atau institusi. Adanya hak asasi pada otonom pemerintahan otonomi Provinsi Xinjiang tidak berlaku. Karena sesungguhnya adalah arahan dari pemerintah  pusat dari Beijing.

Dari siaran itu dan ditinjau dari kelaziman Pemerintahan Komunis Cina dalam hal penanggung jawab tindak kekerasan selalu diarahkan dari kelompok tetentu dari kebijakan Beijing. Sehingga disimbolkan kelompok tertentu bukan kebijakan umum Pemerintah Cina.

Amerika Serikat dicerminkan via Partai Republik kemudian melakukan deal-deal tertentu. Antara lain tentang pembebasan tahanan muslim Uighur menegosiasi pemerintah dengan muslim Uighur termasuk kampanye perlawanan orang muslim Uighur di luar Cina, tujuaan utama deal Amerika ini berkaitan dengan strategi keseimbangan global Amerika menggunakan variable  Islam dan Cina.

Sumber Radio Press Asia yang dipancarkan dari Provinsi Xinjiang terus menyiarkan isu-isu tentang hari depan Xinjiang di bawah pengaruh Komunis Cina. Persoalan penangkapan serta penahanan para aktivis pejuang muslim Uighur.

Muslim Uighur bagaimanapun terdesak oleh kekuatan dominasi Cina. Tetapi dengan isu politik global dari Pemerintah Amerika yang kini, memberi angin segar tumbuhnya dukungan  komunitas internasional bagi muslim Uighur, menumbuhkan spirit baru bagi kaum muslim Uighur yang otonom.

Radio Press Asia lagi-lagi mengambil peran tersebut. Yakni untuk kampanye. Mengutip Tasipolas Tayip dalam pidatonya 31 Maret 2017 bahwa pejabat tinggi Cina berkunjung ke para tahanan muslim Uighur bahwa tingkat ketidakpastian Provinsi Xinjiang amat tinggi, maka karena itu tindakan lebih keras dapat saja dilakukan.

Tayip yang juga—seorang imigran yang pernah ditahan bersama keluarga karena diduga kuat  bergabung dengan kelompok persaudaraan muslim Uighur—dia mengingatkan kekerasan tindakan  Pemerintah Komunis Cina akan berlanjut.

Amnesty Internasional mengakui peringatan yang disampaikan Tayip sesuatu esensial tindakan senyap melawan hukum (convicted secret unfair trial) dari kebijakan Beijing. Sejalan dengan  pengakuam Amnesty Internasioanal untuk mendukung kebijakan yang fair, maka tidak mengherankan kalau kelompok itelektual, para scholar percaya dan menghargai laporan tersebut. Para kelompok ini menolak kebijakan standar ganda satu sisi mau menghargai hak asasi manusia  di sisi yang lain melakukan tindakan di luar batas. Yang bertentangan dengan kemanusiaan.

Beijing seharusnya dalam hal ini berlaku sebagai pengawal dan menjaga kemanusian yang fair dan adil terhadap Tibet. Cina semestinya fair terhadap dua kawasan Tibet dan Xinjiang. Yang dalam kenyataan masih merupakan problem besar tanpa solusi yang fair. Semestinya Presiden Cina tidak berpendirian atau bersikap seperti itu. Buktinya ikut mengirim standar human right ditegakkan. Sayangnya dia mengirimkan 7.500 personil polisi menekan pegiat muslim di Provinsi Xinjiang.

Persoalan ini memang tidak baru sebab sudah berlangsung sejak 2014. Pada tahun itu ada  beberapa profesor dan ahli ekonomi dari Universitas Beijing memberi rekomendasi diperlukan pendekatan kemanusiaan terhadap problem Tibet dan Xinjiang dan muslim Uighur.

Masalah ini juga didukung oieh organisasi Human Right dengan pernyataan yang dikeluarkan 24 Oktober 2019. Resolusi yang dibuat oleh dukungan Uni Eropa. Isinya seruan itu ditujukan kepada Presiden Cina yang disejalankan dengan tuntutan agar membebaskan aktivis hak asasi manusia Ilham Tohiri.

Ilham Tohiri dianugerahi Andrei Sakharov Prize oleh Human Right Uni Eropa bulan September 2019 yang lalu. Ia kini masih dalam tahanan Cina. Pihak Pemerintah Beijing menolak tuntutan masyarakat Uni Eropa membebaskannya. Sebagaimana diketahui lembaga yang menganugerahkan Andrei Sakharov Prize adalah Vaclav Havel sebuah lembaga internasional bidang hak asasi manusia.

Akankah pelanggaran hak asasi Cina ini terus berlangsung? Sebuah persoalan harus dijawab. Yang sudah tentu dapat dijawab oleh Pemerintah Cina sendiri. Kita tunggu.

Jakarta, 10 November 2019

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles