Sejarah Candi Borobudur selalu menjadi hal yang menarik untuk kita pelajari.
Candi yang berdiri kokoh di atas tanah Magelang ini merupakan Candi Buddha terbesar yang ada di dunia.
Belum lagi fakta kalau Candi megah satu ini dibangun pada abad ke-9 atau sekitar tahun 800 masehi yang tentunya belum ada teknologi canggih.
Selain itu, Candi Borobudur juga sudah ditetapkan sebagai warisan dunia (world heritage) oleh UNESCO tahun 1991.
Mengetahui sejarah Candi Borobudur menjadi penting karena bukan hanya warisan dunia, tapi juga merupakan warisan budaya Indonesia.
Hingga saat ini belum ada bukti tertulis siapa tokoh yang membangun Candi Borobudur.
Waktu pembangunannya yang sekitar abad ke-8 dan ke-9 itu dilihat berdasarkan jenis aksara yang biasa digunakan pada prasasti kerajaan pada abad tersebut.
Menurut perkiraan Candi ini mulai dibangun pada 800 masehi yang masih dalam kurun waktu masa punjak kejayaan dinasti Syailendra.
Karena memakan waktu yang cukup lama, Candi Borobudur akhirnya baru diselesaikan pada saat pemerintahan Raja Samaratungga.
Candi Borobudur diperkirakan selesai dibangun pada tahun 825 masehi.
Meskipun sempat ada perdebatan mengenai apakah raja yang berkuasa pada saat itu beragama Hindu atau Buddha.
Namun, pada akhirnya masyarakat sepakat kalau Candi Borobudur merupakan candi dari aliran Buddha.
Proses Pembangunan Candi Borobudur
Tahap pertama, Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit diratakan dan pelataran datar diperluas.
Sebenarnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu andesit, bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga menyerupai cangkang yang membungkus bukit tanah.
Sisa bagian bukit ditutup struktur batu lapis demi lapis.
Awalnya candi ini dibangun dengan cara susun bertingkat seperti piramida, tetapi kemudian diubah.
Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak.
Tahap kedua, penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.
Tahap ketiga, terjadi perubahan, undak atas lingkaran dengan stupa tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran.
Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di tengahnya.
Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief Karmawibhangga.
Tahap keempat, Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki.
Sempat Ditelantarkan
Borobudur sempat telantar selama berabad-abad terkubur di bawah lapisan tanah dan debu vulkanik.
Kemudian candi ini mulai ditumbuhi pohon dan semak belukar sehingga Borobudur kala itu benar-benar menyerupai bukit.
Alasan sesungguhnya penyebab Borobudur ditinggalkan hingga saat ini masih belum diketahui.
Penemuan Kembali
Setelah Perang Inggris-Belanda dalam memperebutkan pulau Jawa, Jawa di bawah pemerintahan Britania (Inggris) pada tahun 1811-1816.
Gubernur Jenderal yang ditugaskan kala itu adalah Thomas Stamford Raffles. Ia adalah seseorang yang memiliki ketertarikan pada sejarah Jawa.
Saat beliau berkunjung ke Semarang tahun 1814, ia dikabari mengenai adanya sebuah monumen besar jauh di dalam hutan dekat desa Bumisegoro.
Karena tidak dapat pergi sendiri, akhirnya ia mengutus HC Cornelius yang merupakan seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki keberadaan bangunan besar ini.
Dalam dua bulan, Cornelius beserta 200 bawahannya menebang pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di bukit Borobudur dan membersihkan lapisan tanah yang mengubur candi ini.
Kemudian Cornelius melaporkan penemuannya kepada Raffles dan juga menyerahkan berbagai gambar sketsa candi Borobudur.
Raffles dianggap berjasa atas penemuan kembali monumen ini, serta menarik perhatian dunia atas keberadaan monumen yang sempat hilang.
Hartmann, seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan Kedu meneruskan kerja Cornelius dan pada 1835 akhirnya seluruh bagian bangunan telah tergali dan terlihat.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian menugaskan FC Wilsen, seorang insinyur pejabat Belanda bidang teknik untuk mempelajari monumen ini dan menggambar ratusan sketsa relief.
Setelah itu Pemerintah Hindia Belanda terus melakukan penelitian pada candi Borobudur. Borobudur pun kian terkenal hingga mengundang kolektor candi untuk berkunjung.
Borobudur juga sempat menjadi target pencuri artefak candi untuk kemudian dijual mahal.
Pada 1882, kepala inspektur artefak budaya menyarankan agar Borobudur dibongkar seluruhnya dan reliefnya dipindahkan ke museum akibat kondisi yang tidak stabil, ketidakpastian dan pencurian yang marak di monumen.
Namun seorang arkeolog bernama Groenveldt yang ditunjuk pemerintah menggelar penyelidikan menyeluruh atas situs dan kemudian menyarankan agar bangunan ini dibiarkan utuh dan tidak dibongkar untuk dipindahkan. (*)