Karawang, Demokratis
Pembelajaran jarak jauh (PJJ) saat ini telah menjadi pilihan utama bagi siswa untuk tetap dapat menjalani aktivitas sekolah selama pandemi. Sebab, pertemuan secara langsung tidak dimungkinkan. Meski demikian SMKN 2 Karawang tetap memaksimalkan metode PPJ sehingga murid tetap dapat menyerap ilmu yang diajarkan guru seperti saat belajar di sekolah.
“Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yaitu : Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembelajaran Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di masa pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) melalui jaringan internet dalam jaringan (daring) maupun luar jaringan (luring) untuk mengakomodasi pendidikan siswa selama masa adaptasi kebiasaan baru (AKB) dan tetap memperhatikan psikologis siswa dan tidak membebani orangtua,” sebut Kepala SMKN 2 Karawang, Jawa Barat, Drs H Agus Rukmawan MPd di ruang kerjanya kepada Demokratis, belum lama ini.
Tim pengawas sekolah tetap peka setiap ada keluhan atau kendala yang dihadapi anak didik di rumah masing-masing dan tetap dimonitor, untuk memaksimalisasi metode pembelajaran jarak jauh.
Agus Rukmawan lebih kurang dua minggu memimpin SMKN 2 Karawang sebelumnya Kepala SMKN 1 Karawang, setelah mendapat rotasi besar-besaran para Kepala SMA/SMK se Jawa Barat mengatakan, metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) dalam jaringan (daring), sekalipun siswa ada di rumah melalui virtual mendekati kenyataan lajimnya belajar mengajar bertatap muka di dalam kelas yang dilaksanakan empat jam setiap harinya dalam lima hari seminggu.
“Agar para siswa tetap aktif belajar dan kalau pun ada luar jaringan (luring) dengan beberapa permasalahan tidak lebih dari 20 orang siswa dari 800 siswa. Mereka tetap difasilitasi dapat menggunakan komputer, laptop yang ada di sekolah dengan membatasi jumlah dan menggunakan buku paket pembelajaran yang ada di perpustakaan dapat diambil orangtua masing-masing secara bertahap,” ungkapnya.
“Ada memang waktunya saat praktek tatap muka di dalam kelas dengan mengedepankan social distancing (pengaturan jarak) artinya 50 persen dari jumlah siswa per kelas secara bergilir selama dua jam per hari dan tetap sesuai protokol kesehatan,” tambahnya.
Menurut Agus, tidak seluruhnya orangtua ataupun anak paham betul dengan teknologi informasi, namun minimal dapat saling belajar di masa adaptasi kebiasaan baru ini.
“Tim pengawas sekolah tetap peka setiap ada keluhan atau kendala yang dihadapi anak didik di rumah masing-masing dan tetap dimonitor, untuk memaksimalisasi metode pembelajaran jarak jauh,” pungkasnya. (Juanda S)