Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Studi HP Tunjukkan Optimisme Kalangan Pelaku UKM

Jakarta, Demokratis

HP Inc meluncurkan studi terbaru terkait para pelaku UKM di Asia-Pasifik, Survival to Revival, berdasarkan survei dari 1.600 pelaku UKM di delapan negara Asia.

Studi ini mengungkapkan bahwa lebih dari 50 persen pelaku UKM berharap untuk bertahan hidup dan berkembang dalam situasi pandemi. Mereka juga merasa bahwa transformasi digital akan menjadi bagian penting kebangkitan ini.

Diselesaikan pada Juni 2020, studi yang dilakukan di Australia, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Thailand, dan Vietnam ini memiliki beberapa temuan.

Perusahaan yang paling percaya diri untuk bangkit melihat adaptasi digital sebagai hal yang sangat penting. Hampir 60 persen pelaku UKM di masing-masing negara menganggap adaptasi digital sebagai hal yang sangat penting atau esensial.

75 persen pelaku UKM di Indonesia dan 65 persen pelaku UKM di Thailand sangat peka terhadap kebutuhan ini dan percaya bahwa adaptasi digital sangatlah penting.

46 persen pelaku UKM di masing-masing negara mengharapkan pertumbuhan sebelum masa pandemi, tetapi angka itu turun drastis menjadi hanya 16 persen.

India dan Vietnam adalah negara yang paling optimis dengan pertumbuhan pascapandemi, sedangkan Singapura, Jepang, dan Korea Selatan tidak terlalu optimis.

Hanya 6 persen dari para pelaku UKM yang mencatat peningkatan produktivitas di tempat kerja dibandingkan dengan periode sebelum Covid-19. Sementara 43 persen mencatat produktivitas yang lebih rendah.

Dalam hal ini, Indonesia (59 persen) dan Thailand (51 persen) memimpin dengan persentase tertinggi dari para pelaku UKM yang mendedikasikan sumber daya mereka untuk berinovasi.

Pandemi ini memperkuat kurangnya pola pikir digital dan keterampilan dalam UKM yang menghambat pertumbuhan dan memengaruhi hampir setengah dari para responden (44 persen).

Para pelaku UKM tidak tahu di mana dapat mencari bantuan. 60 persen pelaku UKM menganggap dukungan pemerintah tidak mencukupi atau tidak ada kejelasan tentang dukungan yang tersedia.

Sekitar 31 persen responden meminta bantuan kepada institusi keuangan, sedangkan hanya 19 persen yang meminta bantuan perusahaan TI.

Sekitar 60 persen responden melihat transformasi digital sebagai kunci inovasi dalam proses dan fleksibilitas kerja, serta kustomisasi produk dan layanan yang diidentifikasi sebagai strategi masa depan.

Namun, solusi yang hemat biaya diperlukan mengingat cashflow tetap menjadi pertimbangan utama lantaran para pelaku UKM merasa tidak yakin ke mana mereka harus mencari solusi yang tersedia.

Ini merupakan hal yang penting, terutama dengan hanya empat dari 10 UKM yang memiliki divisi atau karyawan yang bertanggung jawab untuk berinovasi.

Mayoritas pelaku UKM tidak mendedikasikan sumber daya dan investasinya dalam inovasi sebagai sebuah disiplin ilmu; lebih umum untuk bertanya kepada para pelanggan perihal apa yang mereka inginkan atau sekadar mengikuti apa yang ditawarkan pesaingnya.

Hanya satu dari lima pelaku UKM yang memiliki penawaran khusus, mencari channel penjualan dan supply chain baru atau memperkenalkan lini bisnis baru.

Dalam hal ini, Indonesia (59 persen) dan Thailand (51 persen) memimpin dengan persentase tertinggi dari para pelaku UKM yang mendedikasikan sumber daya mereka untuk berinovasi. (Ic/Dem)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles