Oleh Mas ud HMN
Ungkapan pepatah Arab: Man faala maa syaa’ laqiya maa lam yasyaa (sesiapa melakukan apa yang maunya sendiri saja maka ia akan sulit dapat memperoleh yang dikehendakinya). Identik sebagai bentuk motivasi atau kepiawaian Saudi Arabia terkini mengahadapi Covid-19. Yaitu apa yang dilakukan bukan sebatas yang diinginkan kepentingan Riyadh saja melainkan lebih luas yakni kepentingan bersama. Tujuannya tentu berdasar motivasi bersih niscaya mudah tercapai karena ia bukan untuk kepentingan sendiri.
Kepiawaian ini disadari oleh Kerajaan Saudi Arabia menjadi tekad Saudi Arabia melawan Covid-19. Ini momentum terbaik dalam melawan wabah yang tidak mengenal faktor status, ekonomi sosial tetapi mendesak dalam posisi negara kaya minyak, bepengaruh kuat. Namun tidak semata bekerja untuk kepentingan nasional Saudi Arabia saja, tetapi negara lain di wilayah Timur Tengah. Apa lagi dengan posisi Riyadh terhadap memerankan Khadimul Haramain dua kota suci Mekkah dan Madinah, melayani pelaksanan ibadah haji.
Amatlah jelas musibah Covid-19 sebuah beban virtual bagi Riyadh untuk memikul tanggung jawab muslim dunia yang secara tetap dilaksanakan sekali setahun. Belum lagi ibadah umrah sepanjang tahun di luar musim haji. Kini harus melakukan perlawanan terhadap banyak hal karena wabah yang sangat berbaya itu. Riyadh juga telah merogoh kantongnya untuk mengeluarkan dana sebesar 135 miliar Riyal Saudi Arabia. Ditambah lagi dana untuk rehabilitasi Masjidil Haram Mekkah dengan nilai 1 triliun Dolar AS.
Hal ini seperti diungkapakan harian Saudia Gazerh, sebuah surat kabar terbit di Saudi Arabia mengungkap soal Covid-19 dengan judul The fight against Covid-19 a Saudi persfective dalam edisinya 18 April 2020. Topik itu datang dari penulis kolom harian itu bernama Faris M El Shurahim. Penulis adalah cendekiawan Saudi yang belajar di Amerika kini menetap di Saudi. Opini yang disampaikan dalam artikel sepanjang seribu kata itu sebagai ungkapan menarik dan penting termasuk dari virtual keagamaannya.
Menurut dia, persoalan Covid-19 bagi Saudi menimbulkkan krisis baru, yang tidak diperkirakan sebelumnya. Implikasi itu, lanjut dia, berpengaruh negatif terhadap visi Saudi 2030 yang dirancang sebelumnya. Ia mencoba membayangkan dunia yang terserang Covid-19 dalam jutaan orang terdistribusi pada 90 negara. Termasuk Saudi Araba juga.
Dalam perspektif Riyadh ada dua pendekatan yang dapat diambil. Yaitu, pertama, pendekatan penanganan Covid-19 strategi dengan unsur utamanya norma kaitan status peringkat hidup, unsur ekonomi dan ras atau bangsa. Perlawanan Covid-19 berdasar status, berdasar kemampuan ekonomi dan berdasar tradisi sosial komunitas. Hal itu ada ketidaksamaan bentuk perlawanan pada virus Covid-19.
Pendekatan kedua adalah aplikasi melawan wabah. Indikatornya adalah individu, sosial, politik dan ekonomi. Langkah utamanya adalah praktek atau pengejawantahan di lapangan. Singkat kata ada perbedaan dalam mengukur indikatornya.
Kaitan keduanya merupakan keselarasan antara pendekatan dan pelaksanaan. Pendekatan bernuansa strategi sistem yang identik dengan perangkat lunak. Sementara unsur kedua adalah aplikasi atau program. Perspektif itu menselaraskan sistem dan praktek.
Dalam kaitan ini ada penjelasan Abdul Rahman Al Youbi Rektor King Abdul Azis University yang menyatakan bahwa universitas yang dipimpinnya menghimpun doktor ahli medis bekerja di bawah sistem komputer terpadu yang paling mutakhir dalam meng-cover informasi dari gejala Covid-19. Terutama untuk pelaksanaan ibadah di dua masjid, Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah.
Lagi pula kita bersyukur Kerajaan Saudi Arabia mulai 20 Juni ini telah membuka Masjidil Haram bagi para jemaah memang sejak bebarapa bulan lalu masih dalam renovasi. Tempat ibadah di dua masjid ini terkawal oleh sistem. Siap dalam mengawal jemaah yang datang dan menindak lanjuti semua gejala Covid-19. Demikian Rektor Univesitas King Abdul Azis, Riyadh Saudi Arabia (Saudi Gazette Daily, 16/4/20).
Keadaan ini menjadi harapan umat Islam bahwa suksesnya Kerajaan Saudi Arabia mengatasi krisis Covid-19 penting. Karena ada kaitan dengan haji dan umrah yang merupakan ibadah umat Islam. Termasuk umat Islam Indonesia di dalamnya. Insya Allah.
Jakarta, 22 Juni 2020
*) Masud HMN Doktor Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta