Subang, Demokratis
Tim Saber Pungli Subang diminta segera menangkap oknum pegawai PJT II Seksi Binong berinisial D dan A terduga pelaku pungli terhadap sejumlah mandor borong pekerjaan perbaikan Saluran Sekunder (SS) Jatiroke di Desa Mandalawangi, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Subang.
Dengan dalih untuk pengaturan air di SS Jatiroke yang sedang direhab itu, oknum pegawai PJT II meminta japrem (baca: uang koordinasi) sedikitnya terhadap enam mandor borong masing-masing senilai Rp200 ribu setiap minggunya.
Jika dikalkulasi sudah berlangsung selama empat minggu, maka dana haram yang dinikmati oknum PJT II Seksi Binong mencapai Rp4,8 juta.
“Pungutan sudah berlangsung selama satu bulanan. Sehingga mereka sudah meraup uang pungli sedikitnya Rp4,8 juta,” ujar Tarlim salah seorang mandor borong yang diamini Dudung tokoh masyarakat setempat kepada awak media di salah satu kedai perempatan Desa Binong, Rabu (22/6/2022).
Tak hanya itu, oknum PJT II itu, dengan dalih untuk memberi uang kerohiman terhadap warga yang tergusur sebelumnya menghuni di tanah bantaran/tanggul SS Jatiroke kepada mandor borong sebesar Rp1 jutaan. Padahal menurut Tarlim warga yang tergusur tidak merasa meminta ataupun menerima uang kerohiman tersebut.
Di hadapan sejumlah awak media mandor borong Tarlim saat diwawancara di halaman kantor PJT II Seksi Binong, menyebut ihwal kasus itu sengaja pihaknya memberitahukan kepada atasannya oknum terduga pungli untuk dicari solusi terbaik melalui gelar audensi, namun sangat disayangkan Kepala PJT II Seksi Binong tidak dapat ditemui ketika pihaknya menyambangi kantor atasannya itu.
“Kami kecewa saat datang ke kantor PJT II Seksi Binong tidak berhasil menemui orang nomor satu itu. Terkesan kepala seksi enggan menemui kami dengan berbagai dalih. Jika ihwal kasus pungli ini tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan, maka akan dibawa ke ranah hukum,” tandasnya.
Tarlim menambahkan, bila pekerjaan yang menjadi garapan PT Brantas Adipraya mulai dari bendung Jatiroke II hingga bendung Jatiroke III, yang dibagi 6 mandor borong.
“Uang koordinasi jalan terus, tapi air di saluran tetap penuh, padahal keinginan kami mestinya air itu bisa diatur agar tidak menghambat pekerjaan. Ironisnya juga para petani di wilayah tersebut sedang panen raya, jadi tidak lagi memerlukam air,” keluhnya.
Dampak lain dari kondisi itu, kata Tarlim, upah tenaga kerja banyak terbuang percuma, lantaran tidak dapat bekerja secara maksimal hasilnya.
“Penuhnya air di saluran diduga karena untuk mememuhi permintaan para penggembala bebek yang sudah memberi imbalan sejumlah cuan,” pungkas Tarlim.
Sementara itu, sejumlah awak media yang ingin konfirmasi ihwal kasus dugaan pungli itu, hingga berita ini tayang Kepala PJT II Seksi Binong belum berhasil dimintai keterangan. (Abh)