Oleh Mas ud HMN
Visi ketahanan kawasan dari Jenderal Mohammad Ghazali mantan Menteri Pertahanan Malaysia adalah urgent. Terutama berkembangnya berita kasus Papua belakangan ini tidak bisa tidak menyentak memori kita semua. Oleh karena kita sebagai bangsa diancam isu desintegrasi.
Sudah tentu ini bukan soal sepele atau berada pada sisi komplementer masalah alias ujung atau bunga-bunga masalah. Setidaknya demikianlah esensi kasus Papua dimulai dari Surabaya berlanjut memobilisasi massa di Papua dengan kontak senjata. Syukurlah pihak keamanan telah menguasai dan memegang kendali keamanan serta kestabilan di wilayah Indonesia ujung timur ini.
Tetapi masalahnya tetap urgent atau utama. Ini bisa dilihat dari sisi desintegrasi bangsa. Sebab yang namanya konsep Indonesia itu adalah dari Sabang hingga Papua. Dengan begitu Indonesia ini hilang jika unsur Papua hilang dari Indonesia. Kita harus berduka. Mengapa kita dirundung risau, prihatin dan berduka. Karena gagasan desintegrasi adalah musuh kita.
Memang tidak semata menimpa Indonesia. Hal ini juga menimpa negara lain yang berkondisi sama. Hal itu disimbolkan dengan Three Enemy atau tiga musuh utama ASEAN terdiri dari: disintegrasi, teroris dam narkoba. Tiga persoalan di atas apa daya dan usaha mengantisipasi dan solusinya. Penulis mencoba mengurai dengan menjawab ketahanan nasional. Preposisi penulis, disintegrasi, teroris dan narkoba ditentukan oleh ketahanan nasional. Sukses ke tiga ketahanan nasional akan sukses pula menghadapi tiga musuh utama tersebut.
Penulis mengawali visi ketahanan kawasan dari seorang militer asal Malaysia, Jenderal Purnawirawan Mohammad Ghazali. Beliau adalah mantan orang nomor satu dalam jajaran militer kerajaan Malaysia tahun tujuh puluhan. Pada pandangan beliau, Malaysia dan Indonesia punya doktrin yang tidak banyak berbeda. Karena itu harus diaktualkan.
Sudut pandang beliau dalam segi ketahanan nasional, terutama lebih kepada tantangan isu baru. Misalnya, budaya Melayu yang agamis dan Komunis pola baru yang manusiawi.
Bagi Jenderal Mohammad Ghozali adalah isu yang patut dicermati. Bagaimana budaya yang agamis. Lalu apa dan bagaimana Komunis yang menampilkan pola yang manusiawi dalam masyarakat kawasan Indonesia dan Malaysia.
Pertanyaannya adalah bagaimana dua isu tersebut jika dikaitkan dengan visi ketahanan nasional kedua negara Indonesia dan Malaysia kini. Kita coba mencermati isu tersebut dengan menggali pandangan mantan Panglima Militer Kerajaan Malaysia tahun tujuh puluhan.
Netralitas Agama
Pertama apa yang menjadi isu kawasan. Seperti isu kemanusiaan dan netralitas agama. Sebagai bangsa tidak mungkin kita mempersamakan budaya Melayu dan kemanusiaan yang netral agama.
Maka kita jangan berpangku tangan menghadapi isu-isu baru. Sebab, isu cenderung nenimbulkan perubahan baru yang implikasinya berat kepada negeri kita. Sebab itulah kita harus membangun ketahanan bangsa dengan upaya yang sungguh-sungguh.
Hal itu terungkap oleh Jenderal Mohammad Ghazali mantan Panglima Militer Kerajaan Malaysia era 70-an yang disampaikan kepada penulis dalam pertemuan di Kuala lumpur, April 2014, yakni lima tahun lalu.
Kemudian soalan berikut adalah turunan bagaimana ketahanan bangsa. Jawabnya adalah dengan doktrin. Menurut pendapat beliau, persoalan keamanan selalu berubah. Namun hakikatnya tetap yaitu melemahkan, mengganggu, atau menipudayakan masyarakat bangsa. Memecah belah dan sebagainya.
Dahulu, kata Jenderal Mohammad Ghazali, persoalan komunis isu penting kawasan. Kita belajar banyak dengan pengalaman menghadapi bahaya komunis. Kita di Malaysia hampir terpengaruh. Ada daerah yang menjadi basis gerakan Komunis di Malaysia. Syukurlah kita dapat mengatasinya.
Tetapi kini isu Komunis dilupakan. Sementara bagi Jenderal asal Negara Bagoan Johor, Malaysia tersebut, sangat terkesan dengan kerjasama militer Indonesia jaman itu. Seperti menghadapi gerilyawan Komunis di Kalimantan Utara.
Pengalaman
Ketika saya mencoba menanyakan bagaimana meletakkan pengalaman tersebut ke dalam era baru dengan tantangan yang berbeda. Beliau menjawab kembali kepada doktrin ketahanan nasional dengan mengutamakan visi militer. Dalam arti yang esensial yakni mempelejari tantangan dan antisipasi secara tepat dan benar.
“Doktrin militer Indonesia dan Malaysia secara umum tidak berbeda,” demikain Jenderal Mohammad Ghazali.
Persoalan Budaya
Sistem kehidupan masyarakat kita di bidang budaya berlandaskan agama. Karenanya, kita tidak boleh menjadikan budaya jauh dari nilai agama. Misalnya dalam pergaulan, dalam etika bisnis, dalam menjaga relasi atau hubungan dengan pihak lain. Mengabaikan nilai agama dalam kehidupan akan melemahkan kita sebagai bangsa.
Komunis yang manusiawi inilah sebuah tantangan kita. Kita tidak lagi berhadapan dengan bentuk Komunis yang ganas, tetapi ramah dan manusiawi. Hanya saja hakikatnya tetap Komunis juga. Kita harus memandang dengan kewaspadaan yang tinggi.
Di atas semua itu, penulis merasa kita memberi level hormat yang tinggi pada Bapak Mohammad Ghozali yang memesankan bahwa budaya kawasan Melayu Indonesia dan Malaysia harus diletakkan atas Melayu World View yang agamis, bersahabat, elegant, dan bertamadun serta perkasa meski dunia selalu mengalami perubahan. Semoga!
Jakarta, 25 Agustus 2019