Madina, Demokratis
Dalam kurun waktu dua bulan terakhir ini, ratusan waga masyarakat Kelurahan Muarasoma, khususnya yang berlokasi di pinggir Sungai Sisoma, Muara Soma, Kecamatan Batang Natal merasa keberatan terhadap beroperasinya alat berat (beko) dan puluhan mesin dompeng yang meluluh lantakkan alur sungai Sisoma.
“Sehingga kalau tidak cepat Pemerintah Kabupaten Mandailing natal, pihak kepolisian dan instansi terkait menghentikan tambang ilegal di sepanjang pinggiran sungan Sisoma, maka bencana besar-besaran akan terjadi di sepenjang sungai Sisoma,” tutur Thoir Nasution kepada Demokratis di Pasar Muarasoma (04/09).
Pantauan Demokratis di lapangan bahwa alur sungai Sisoma telah menyempit akibat oknum pengusaha tambang ilegal hanya mencari untung saja hingga ratusan juta tanpa memikirkan efek samping di kemudian hari.
Ada informasi yang berkembang bahwa pihak kepolisian ada kesan “pembiaran” soal pengoperasian alat berat tanpa memiliki dukumen sah soal izin tambang galian – A, yakni emas.
Kalau alat berat tak mempunyai izin kemungkinan besar pihak aparat mendapat “setoran uang” baik mingguan atau pun bulanan. Kalau tidak dapat, alat berat telah pindah di Mapolres Mandailing Natal, sementara Kapolsek ada di Batang Natal dan hanya kira–kira 200 meter saja dari lokasi tambang emas ilegal tersebut.
Taher Nasution saat dijumpai di lokasi tidak berhasil, di lokasi hanya ada warga atau pekerja tambang.
Di tahun lalu pun tanah lapang di belakang Masjid Abror Muasa Soma diubah menjadi danau buatan seluas sekitar 80 meter persegi. Setelah tanahnya dikorek oleh pengusaha tambang emas ilegal yang berinisial M Nst yang juga pengurus OKP Loreng Merah di Batang Natal. Dan mendapat emas sebagai hasilnya. Lokasi tambang pun tidak dikembalikan seperti semula, ini artinya merusak lingkungan/ekosistem. Perusak lingkungan hidup atau DAS dapat dijerat hukum pidana seperti di Nusa Tenggara. (U Nauli Hsb)