Jakarta, demokratis
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menegaskan dokumen hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bersifat rahasia negara. Tetapi Bima tak menjelaskan rinci, khususnya berkaitan dengan Undang-Undang jika dokumen hasil TWK itu merupakan rahasia negara.
“Semua dokumen sudah diserahkan ke KPK. Sifatnya rahasia negara, makanya semuanya bersegel,” kata Bima.
Bima menyatakan tindakan membocorkan rahasia negara bisa terancam pidana. Dia pun mengklaim, tidak mengetahui secara pasti hasil TWK yang menggalkan 75 pegawai beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Tindakan membocorkan rahasia negara bisa dikenakan sanksi pidana,” cetus Bima.
Bima tidak menjelaskan secara rinci alasan hukum mengapa hasil TWK itu tidak bisa dibuka ke publik. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 18 menyatakan tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis. Serta pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik.
Bima berdalih, asesmen TWK merupakan gabungan dari beberapa metodologi. Dia menyatakan metodologi itu gabungan dari hak cipta TNI AD hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Asesmen TWK itu gabungan dari beberapa metodologi. IMB-68, Profiling dan Wawancara. IMB-68 (Indeks Moderasi Bernegara-68) hak ciptanya ada di TNI AD. Semua alat test di TNI (metoda dan hasil) berklasifikasi rahasia. Profiling dilakukan BNPT dan juga diklasifikasikan rahasia negara,” papar Bima.
“Wawancara juga rahasia karena menggunakan gabungan metoda IMB-68 dan Profiling. Selain itu wawancara juga memuat informasi detil data pribadi (data perorangan) yang harus disimpan dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya,” imbuhnya.
Terpisah, pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menegaskan, jika TWK bisa dibuka sepanjang disetujui oleh pihak yang mengajukan. Fickar memandang ancaman pidana tidak berlaku jika pihak yang bersangkutan bersedia informasi pribadinya dibuka ke publik. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Sebelumnya, dua pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat TWK meminta agar hasil TWK dibuka ke publik. Kedua pegawai KPK itu yakni Iguh Sipurba dan Hotman Tambunan.
Iguh merasa aneh, sebab PPID KPK menyatakan masih melakukan koordinasi dengan pihak Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk pemenuhan informasi tersebut. “Padahal sudah ada serah terima hasil TWK dari Kepala BKN kepada KPK sejak 27 April 2021,” ucap Iguh, Minggu (13/6).
Iguh menegaskan, sudah sepatutnya hasil TWK seluruh pegawai telah berada di KPK. Apalagi saat itu Ketua KPK Komjen Polisi Firli Bahuri menyatakan seluruh hasil tes pegawai KPK, ada di lemari besi yang ada di KPK. “Kalau untuk memberi hasil tes kepada kami masih harus koordinasi lagi dengan BKN, lalu apa yang ada di lemari besi yang disebut Pak Firli itu?” cetus Iguh.
Sementara itu, pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, pihaknya sedang berusaha meminta hasil salinan data dan informasi terkait TWK. Menurut Ali, PPID KPK telah merespon sesuai dengan diterimanya surat permohonan tersebut. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
“Bahwa Badan Publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Pemohon Informasi Paling lambat 10 hari kerja, sejak diterimanya permintaan dan Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan pemberitahuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku paling lambat tujuh hari kerja berikutnya, dengan memberikan alasan secara tertulis,” tegas Ali, Selasa (15/6).
Juru bicara KPK berlatar belakang Jaksa ini menuturkan, pihaknya berupaya untuk bisa memenuhi salinan permintaan tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan waktu yang berlaku. “Saat ini PPID KPK tengah melakukan koordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN), terkait pemenuhan informasi tersebut. Karena salinan dokumen yang diminta bukan sepenuhnya dalam penguasaan KPK,” pungkas Ali. (Red/Dem)