Selasa, November 5, 2024

Lapas Indramayu Rumahkan 24 WBP

Indramayu, Demokratis

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, telah mengimplementasikan serta mengikuti arahan dari Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) RI, Yasonna Laoly tentang Peraturan Menteri Hukum dan Ham (Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan Ham (Kepmenkumham) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020.

Adapun implementasi tersebut membahas mengenai tindaklanjut Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak.

Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 dan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

“Untuk itu, kami sudah melaksanakan hal tersebut, beberapa WBP mendapatkan asimilasi di rumah,” ujar Dede Selaku Humas kepada Demokratis, Jumat (02/04) di halaman Lapas.

Untuk Lapas Indramayu sendiri telah mengeluarkan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) sebanyak 24 orang dengan kriteria dan kasus yang berbeda pada tanggal 02 telah dirumahkan sebanyak 12 orang. Kemudian hari berikutnya Lapas Indramayu telah mengeluarkan 12 orang. 3 di antaranya WBP berjenis kelamin perempuan.

“24 WBP, kasusnya pidana umum sama narkotika, yang sudah menjalani masa pidana 2/3,” imbuh Dede.

Di tempat yang sama, Ferdianto Ketua Pos Balai Pengawasan (Bapas) kelas 1 kembali menekankan bahwa WBP yang mendapatkan hak asimilasi dan integrasi tidak benar-benar bebas. Mekanisme pengawasannya akan melibatkan Bapas. Sehingga mereka tetap diawasi oleh tim pengawas dari Balai Pemasyarakatan.

Mobil ambulance pemasyarakatan yang digunakan untuk mengantarkan WBP yang dirumahkan menuju kantor Kejaksaan Negeri Indramayu.

Untuk mekanisme pelaporannya pihak WBP bisa melaporkan melalui sistem daring yang telah tersedia dan akan tetap dibimbing. Ia menambahkan untuk WBP yang dirumahkan dari Lapas Indramayu masing-masing dari kasus tindak pidana umum. Bagi WBP yang memiliki kasus narkotika dan korupsi, masih belum bisa dirumahkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012.

“Dia (WBP) harus laporan melalui daring bisa, karena sekarang musimnya wabah Covid-19, jadi WBP bisa laporan dan pengawasannya dari pihak Bapas dan Kejaksaan, untuk kasus tahanan saat ini yang dipulangkan semua dari pidana umum, bagi napi yang tersangkut PP 99 belum bisa,” jelas Ferdianto Ketua Pos Bapas saat mengawal keberangkatan WBP dari mobil menuju kantor Kejaksaan.

Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM telah membebaskan sebanyak 5.556 narapidana sebagai langkah untuk mencegah penyebaran virus corona. Kondisi Lapas di Indonesia dinilai sudah melebihi kapasitas sehingga rawan terhadap penyebaran virus corona.

Dalam keterangannya Yasonna juga mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. “Perkiraan kami bagaimana merevisi PP 99 Tahun 2012 tentu dengan kriteria ketat sementara ini,” jelasnya.

Sementara itu, pandangan dan keterangan dari Pangihutan Haloho SH selaku praktisi hukum,  menanggapi hal tentang wacana untuk merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012 yang menuai kontroversi di kalangan publik.

Jangan sampai Covid-19 justru malah menjadi momentum yang dimanfaatkan untuk memuluskan pembebasan napi koruptor, sebab korupsi merupakan kejahatan yang serius. Tidak boleh dibebaskan begitu saja.

“Kalau untuk Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 masih bisa sebagai alasan kemanusiaan,” jelas Haloho.

Ferdianto Ketua Pos Balai Pengawasan (Bapas) Kelas 1 kembali menekankan bahwa WBP yang mendapatkan hak asimilasi dan integrasi tidak benar-benar bebas. Mekanisme pengawasannya akan melibatkan Bapas. Sehingga mereka tetap diawasi oleh tim pengawas dari Balai Pemasyarakatan.

Menurutnya, kalau untuk revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 untuk 3 tindak pidana kejahatan extraordinary crime yang mana UU tersebut telah diatur khusus, tidak etis alasan pemanfaatannya karena over kapasitas Lapas dan wabah virus corona.

“Lebih baik fasilitas dan kebutuhan kesehatan dari pada narapidananya yang disediakan pemerintah, apa lagi tidak ada jaminan juga mereka keluar akan menjalani perintah UU dari luar Lapas,” tutup Haloho melalui pesan elektronik kepada Demokratis. (RT)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles