Jakarta, Demokratis
Kewenangan besar serta format penyelesaian konflik pertanahan dan percepatan reforma agraria untuk pemerataan tanah yang merupakan program prioritas pemerintah sejak enam tahun lalu tidak sepenuhnya berhasil mengurangi konflik pertanahan khususnya di daerah. Prakteknya masih berjalan dengan tidak baik dan berbagai konflik pertanahan muncul serta tidak dapat terselesaikan sampai saat ini.
Termasuk dalam praktek pengelolaan tanah dan kekayaan alam daerah telah menimbulkan ketimpangan struktur atas kepemilikan dan penguasaan serta pemanfaatannya sehingga menyebabkan timbulnya konflik norma, konflik kepentingan, konflik ekonomi dan penurunan kualitas lingkungan.
Hal ini terungkap dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI bersama dengan Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional di Gedung DPD Jakarta, Rabu, (23/9/2020).
“Kesalahan juga terjadi pada sebagian masyarakat yang ikut program TORA, Tanah Obyek Reforma Agraria. Selain tidak pernah sesuai harapan masyarakat, masyarakat yang sudah mendapatkan sertifikat tanah, malahan menjual kembali tanahnya tanpa dapat dicegah oleh pemerintah,” ujar Fachrul Razi seusai rapat.
“Sebagai representasi daerah, Komite I DPD sangat berkepentingan untuk mencarikan solusi dalam menyelesaikan berbagai persoalan konflik pertanahan dan agrarian,” tambahnya.
Rapat Kerja dipimpin langsung oleh Ketua Komite I, Fachrul Razi, didampingi oleh Wakil Ketua Komite I, Abdul Khalik dan Fernando Sinaga. Sementara dari Kementerian ATR/BPN hadir Menteri Sofyan A Djalil, didampingi Wakil Menteri ATR dan sejumlah pejabat kementerian. (Erwin Kurai Bogori)