Jakarta, Demokratis
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) nonaktif Edhy Prabowo alias EP memberikan pengakuan terbaru dalam pemeriksaan sebagai saksi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (3/12/2020).
Edhy mengaku dikonfrontasi oleh penyidik soal barang bukti yang sebelumnya telah diamankan dalam kasus dugaan suap terkait penetapan izin ekspor benih lobster.
Diketahui, sebelumnya penyidik KPK menyita barang-barang mewah yang dibeli Edhy saat kunjungan kerjanya di Honolulu, Amerika Serikat.
“Saya dikonfrontasi dengan bukti-bukti. Saya sudah akui semuanya, yang barang-barang saya beli di Amerika itu kayak apa baju, ya semuanya,” ucap Edhy usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta.
Penyidik di lembaga antirasuah itu kali ini memeriksa Edhy sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT) dalam penyidikan kasus suap terkait perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Tidak hanya itu, Edhy juga menanggapi soal delapan unit sepeda yang diamankan KPK dari penggeledahan di rumah dinasnya di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Rabu (2/12/2020).
Mantan ketua Komisi IV DPR itu mengaku bahwa delapan unit sepeda tersebut tidak ada hubungan dengan dirinya.
Namun, dia tidak menjelaskan secara mendetail apakah sepeda-sepeda tersebut tidak terkait kasusnya atau memang bukan miliknya.
“Saya beli sepeda kan waktu di Amerika, ya maksud Anda kan sepeda yang di rumah saya itu? Kalau itu tanya sama penyidik, tidak ada hubungannya dengan saya itu,” tutur Edhy.
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan tujuh tersangka, yaitu Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF).
Tersangka lainnya adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).
Selanjutnya, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Suharjito (SJT).
Edhy Prabowo ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan “forwarder” dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp 9,8 miliar.
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp 9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp 3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.
Uang tersebut antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta di antaranya dibelikan barang berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril. (Red/Dem)