Selasa, Februari 18, 2025

PKSPD Pertanyakan Hasil Sidak Bupati Indramayu di RSUD Sindang

Indramayu, Demokratis

Ditektur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD), O’ushj Dialambaqa, mempertanyakan dengan berbagai argumen yang beritanya hasil inspeksi mendadak (Sidak) Bupati Indramayu di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sindang, terkait temuan obat kadaluarsa senilai Rp 1,2 miliar pada Jumat (9/4/2021) lalu.

“Saya hanya melakukan pembacaan dari berita yang dilansir media. Berikut pernyataan Bupati Nina yang mengatakan bahwa Inspektorat dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Indramayu untuk memeriksa BLUD Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan Inspektorat. Juga diminta untuk mengevaluasi dan me-review ulang laporan keuangan yang ada di RSUD,” katanya.

Menurutnya, pernyataan Bupati terlampau terburu-buru, sehingga terkesan menunjukkan ketidakpahamannya atas kasus pembelian obat kadaluarsa yang senilai Rp 1,2 miliar tersebut.

“Bagaimana ceritanya Inspektorat diminta mengevaluasi dan me-review laporan keuangan RSUD, padahal Inspektorat sudah menerbitkan LHP-nya atas RSUD, jika itu pada tahun 2020 sebelum BPK turun,” lanjut O’ushj.

O’ushj pun menambahkan, jika Bupati paham dan mengerti, ia akan meminta Inspektorat dan secara formal menerbitkan surat perintah untuk melakukan audit investigatif atas kasus pembelian obat kadaluarsa senilai Rp 1,2 miliar tersebut.

“Bukan mengevaluasi dan me-review laporan keuangan tersebut, karena itu otoritas RSUD. Jika laporan keuangan yang diterbitkannya ada kesalahan atau koreksi, yang diberikan oleh Dewan Pengawas atau Inspektorat,” imbuhnya.

Jika dikatakan Inspektorat diminta mengevaluasi, masih tidak begitu fatal. Tapi diminta me-review laporan keuangan RSUD. Seharusnya Bupati setelah sidak, segera mengundang Inspektorat dan atau meminta hasil pemeriksaanya seperti apa, dan rekomendasinya seperti apa. Jika ternyata tidak ada temuan atas kasus tersebut berarti ada dua kemungkinan yaitu, bermain mata atau pagar makan tanaman atau faktor kedua yaitu, kemampuan auditornya jauh di bawah standar. Padahal untuk membongkar dan membuktikan itu cukup hanya menelan waktu 15 menit saja,” tandas Oo.

Sehingga menurut dia, tugas berat Bupati untuk membenahi auditor Inspektorat yang secara mentalitas telah dianggapnya “bobrok” dan secara profesional “ambruk”. Jadi harus dengan tangan besi untuk merubah dan memperbaiki sistem yang buruk menjadi baik.

“Temuan itu bukan hasil sidak Bupati, tetapi hasil temuan BPK. Jadi Bupati merasa terpukul, lantas sidak dan bahkan menurut info yang didapat mau Sidak itu (telah) diinformasikan dulu. Jika begitu, bukan sidak namanya,” jelasnya.

“Logika dan akal warasnya juga tidak mungkin dengan sidak beberapa menit saja bisa mampu membongkar temuan (kasus) tersebut, apalagi Bupati batas keilmuannya bukan akunting. Yang akuntan saja jika tidak memiliki talenta auditor dan intelegen yang kuat dan tidak terlatih dengan menu sehari-hari laporan keuangan, tidak akan mampu. Karena indera keenamnya belum berfungsi secara refleks untuk membaca angka-angka yang disajikan dalam neraca dan laba rugi atau yang namanya laporan keuangan,” tambah O’ushj.

Unsur pimpinan dan anggota Kejaksaan Negeri Indramayu.

Kemudian, lanjutnya, jika Bupati meminta Kejari melakukan pemeriksaan terhadap BLUD RSUD tersebut, dirasa jauh lebih bagus dan cepat tanggap dan mendorong untuk proses hukumnya. Sebab, yang publik cemaskan, Bupati dengan emosionalnya meminta Kejari untuk memeriksa, namun kemudian memberhentikan dan atau diduga telah dikompromikan bagaimana baiknya. Sehingga proses hukumnya terkesan atau diduga tidak berlanjut (mandeg).

“Yakni ada dua kemungkinan, pertama, karena analisis yang dimaksud tanpa data yang valid. Namun, analisis akuntingnya adalah pembelian obat tersebut menjelang expired sehingga harganya jauh lebih murah dan bukti pembelianya dengan harga yang normal dan pembelian tidak berdasarkan kebutuhan yang ada.

“Ini korupsinya berarti terencana. Itu bisa kita lihat dalam pembukuan bagian pembelian, mutasi persediaan obat dan pembukuan gudang, cocok tidak dengan pembukuan di meja akunting yang menangani atau menerbitkan laporan keuangan. Analisa kedua, ada unsur kesengajaan dalam pembelian dilakukan obat yang sudah kadaluarsa. Tetapi telah dibukukan sebagaimana biasanya dilakukan,” ungkapnya.

‘Ini perencanaan korupsi yang gila-gilaan namanya. Ketiga hal itu jika dilakukan karena Dewan Pengawas RSUD dan auditor Inspektorat tidak paham dan atau tidak mengerti untuk bisa mengungkap kecurangan tersebut, aman-aman saja. Untuk itu, PKSPD meminta Bupati konsekuen dengan pernyataan publiknya untuk segera mungkin meminta kepada Kejari sungguh-sungguh bekerja dengan profesional bukan hanya memamerkan jargon dan slogan zona WBK dan WBBM,” pintanya.

“Maka Kejari juga harus memeriksa dengan sungguh-sungguh atas semua personal Dewan Pengawas dan semua auditor yang terlibat dalam pemeriksaan reguler RSUD yang tidak menjadi temuan dan termasuk kasus Alat kesehatan (Alkes) RSUD yang lenyap. Yaitu alat bantu cuci darah atau dializer pada tahun 2020 yang juga auditor Inspektorat dan Dewas tutup mata saja.”

“Sekali lagi, satu sisi tantangan untuk Bupati Nina, agar bisa membuktikan pembenahan dan perubahan terhadap mentalitas auditor Inspekorat yang bobrok dengan kemampuan auditnya yang jauh dibawah standar auditor, tentu harus dengan tangan besi. Begitu juga terhadap Kejari, kedua kasus tadi menjadi tantangan, apakah mau serius WBK dan WBBM atau mau main-main seperti sediakala, dikasih kakap muntah tapi teri tangkapannya. Bukan berarti yang teri juga dimuntahkan. Kita tunggu apa kata rumput yang bergoyang”.

“Jika Kejari mengatakan, harus ada Laporan ke Kejari kalau mau ada pidana?, itu argumentasi yang tanpa logika. Karena Bupati sudah meminta Kejari dan media melansir pemberitaannya. Maka sudah menjadi tanggungjawab melekat pada Kejari untuk menindaklanjuti, karena sudah mendapat informasi”.

“Jika Kejari mengenakan pasal uu perlindungan konsumen juga aneh?, dan menggelikan. Padahal sudah jelas unsurnya tindak pidana korupsi karena ada kerugian negara senilai 1,2 milyar.

Jika alibi dan apologinya seperti itu?, sekaligus saja bilang itu soal perdata. Aneh bin ajaib bin lucu bin menggelikan jika harus menghindari UU tipikor dalam cara pandang Kejari, dengan mengakal-akali UU perlindungan konsumen”.

“Jika deliknya dijeratkan UU perlindungan konsumen, tentu bukan ranah kewenangan Kejari, termasuk jika di perdatakan pasalnya?, Tapi itu ranah dan kewenangan Kepolisian. Jika harus ada yang melapor secara formil atau tertulis, atas dasar apa Kejari memanggil dan atau melalukan memeriksa terhadap ASN RSUD yang terkait dengan pembeliam obat daluarsa senilai 1,2 milyar itu. Apologi yang dibangun tidak cantik? Demikian tanggapan dan pertanyaan dari direktur PKSPD Indramayu melalui demokratis. Pada Sabtu (17/04/2021). (RT)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles